Tak Tahu

Aku pernah merasakan kehadiran malaikat dan iblis sekaligus, merasakan indahnya damai dalam pelukan malaikat dan panasnya amarah dalam nafas iblis. Dan tentu saja aku pernah merasakan ketidakhadiran keduanya hingga jiwaku kosong tanpa kekuatan.

Mungkin karenanya kini aku bisa membedakan hati mana yang baik dan yang jahat, dapat melihat jiwa pembohong dan barangkali bisa mengubahnya sedikit menjadi lebih baik. Atau mungkin saja aku menjadi jiwa yang tak peduli lagi, karena aku telah mengalami semuanya.

Aku pernah mendaki gunung kebahagiaan hingga sampai puncaknya, menikmati segala keindahan dari atas dan menghela nafas berkali-kali, dan yang kuinginkan hanyalah segera turun ke bawah dan berdiam dengan mereka yang sudah menemaniku dalam pendakian ini.

Barangkali, kini aku adalah jiwa yang tak bahagia, karena tak ada lagi yang bisa membuatku tertawa seperti dulu aku pernah tertawa, aku selalu terbelenggu pada air mata yang selalu saja akan menitik.

Aku hanya ingin tahu kebenaran, karena bukankah kebenaran itu harus diketahui, harus diungkapkan dan harus kulihat mata yang mengucapkan kebenaran itu. Kebenaran adalah apa yang nampak atau barangkali apa yang diucapkan, pokoknya aku harus mengetahui keduanya.

Mungkin aku hanya ingin menantikan kembalinya hujan di tengah musim kemarau panas dan kering ini, hingga aku bisa menjadi manusia yang utuh lagi.

Permintaanku Pada Sang Malaikat Yang Kutemui Pagi Ini

Pagi ini aku bertemu dengan malaikat, dia bergaun panjang berwarna putih yang melayang-layang seperti asap, ada cahaya berpijar gemerlapan di sekelilingnya, membuatku memicingkan mata karena silau. Perlahan dia mengulurkan tangan transparannya padaku, dan aku menyambut nya dengan kelegaan dan kegembiraan.

Kami berbicara perlahan seperti saling berbisik, kataku padanya,” Aku ingin mati sekarang, bolehkah? Sebab aku sudah tak ingin lagi hidup. Tak ada lagi dia yang mencintaiku, bila tak ada dia, maka aku tak lagi memiliki kegembiraan. Matahari tak lagi bersinar dan bintang-bintang pun tak lagi berkedip.”

Aku yang biasanya mencintai subuh dan malam hari, kini membencinya, karena bersama turunnya malam, hatikupun diliputi kegelisahan, pikiran-pikiran buruk memenuhi kepalaku dan hantu-hantu masa lalu duduk menunggu di belakangku, membuatku merasa tak berdaya dan tak berpengharapan.

Begitu pula sang waktu yang biasanya menjadi sahabatku, kini dia seperti kosong, seperti pendulum yang bergerak kiri kanan tak henti, tak memiliki arti. 

Malaikat bertanya padaku dengan suaranya yang serupa bisikan angin,” Masih adakah yang menggembirakanmu atau membuatmu masih ingin bertahan?”

Tak kujawab pertanyaannya, hanya kupandang tanganku yang ada dalam genggaman sang malaikat. Kukira malaikat bisa menduga jawabanku, karena perlahan kuhembuskan nafasku yang tak kusadari sedari tadi kutahan.

” Bolehkah aku mati sekarang?” Kutanyakan sekali lagi. Biar tak kudengar lagi masa lalu yang mengejarku dan membangkitkan rasa bersalahku. Biar aku terbebas dari segalanya. Biar aku terbebas dari rasa apapun.

Kucoba menajamkan telingaku untuk mendengarkan, tapi tak kudengar suara apapun, selain suara nafasku dan barangkali suara nafas sang Malaikat. Apakah Malaikat bernafas?

 

 

Doaku Untukmu

 

 

handsrosary

Doaku malam ini untukmu,

tidurlah dalam pelukan lelap,

semoga tak ada mimpi buruk yang mengganggumu hingga kau akan terjaga.

Semoga sayap malaikat pelindung membungkusmu dengan kehangatan dan kelembutannya.

Ingatlah orang-orang yang mencintaimu, dan lupakan saja mereka yang membencimu.

Cintailah hidupmu, karena kau hanya hidup sekali.

Tidurlah, tidur sayangku.

 

—Ineke H—